.

Kamis, 06 Maret 2008

Psycho

KEBINGUNGAN-KU

Ntah sakit hati, kecewa atau apa lah aku gak ngerti… ketika sedang sendiri aku pasti selalu berpikir tentang kondisi perekonomian dan kehidupan sosial yang tak menentu ini, ya kususnya aku sendiri dan umunya semua masyarakat. Terus setiap aku diskusi bersama teman-ku selalu saja yang dibicarakan tentang nasib buruh yang tak mendapat upah layak dan cuti, nasib petani yang selalu saja di sibukan dengan harga pupuk yang mahal serta sengketa lahan yang selalu saja ada dan harga jual hasil pertanian yang murah, kaum miskin yang selalu saja makin terjepit kondisi ekonominya.

Padahal perjuangan tak henti-hentinya dilakukan baik itu oleh para buruh, tani dan rakyat miskin serta para aktifis social dan kaum akademik yang peduli akan kehidupan social bangsa ini. Tapi dari tahun-ketahun tetap saja kondisinya sama bahkan lebih buruk dari sebelumnya. Seakan-akan semuanya tak pernah berubah.
Berangkat dari sini-lah kadang aku berpikir bahwa semua ini tak pernah berubah karena memang kondisi social bangsa ini dipelihara agar tetap seperti ini oleh para elitnya. Sebagai contoh : “Pasal 34 dalam UUD yang bunyinya Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara”. Bunyi pasal ini seolah-olah Negara memang memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar agar tetap ada dan takan penah hilang sebab, kata pelihara biasanya mempunyai arti dirawat dan di dijaga agar keberadaannya tidak hilang.
Mungkin karena itulah sering kita dengar banyak fakir miskin yang mengalami penggusuran, pedagang kaki lima di usir, para anak jalanan di tangkap dan dilarang mengamen dan dilarang mencari uang dijalanan, sehingga membuat mereka tetap miskin dan makin terlantar.
Kemudian “Pasal 33 (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Hal ini menggambarkan seakan-akan yang namanya nepotisme juga dipelihara bukan di hilangkan. Kenapa saya berpikir demikian sebab, pengangguran di negri ini makin saja meningkat. Seolah-olah Orang yang bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dan upah yang tinggi ni negri ini adalah orang yang punya darah atau keturun pejabat atau orang penting. Bagi masyarakat yang tidak mempunyai keturunan seperti ini jangan harap bisa bekerja dengan posisi yang enak dan upah yang tinggi karena semuanya berdasarkan kekeluargaan jadi bagi yang bukan keluarga jangan berharap.
“Pasal 31 (1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Karena pasal inilah banyak kita lihat masyarakat yang kritis di hajar oleh aparat Negara, mengapa demikian karena bunyi pasal tersebut menggambarkan seakan-akan tiap-tiap warga negara berhak dihajar, tapi bukan berhak mendapatkan pengetahuan dan pendidikan.
Mungkin ini sebagian kecil kesalahan menurut persepsi saya sehingga membuat saya berpikir bahwa kondisi social dan ekonomi masyarakat kecil akan terus begini dan tidak berubah. Mohon maaf jika persepsi saya ini salah besar menurut yang membaca, mohon maaf juga jika saya mempunyai kesimpulan yang salah karena itu saya butuh pembenaran bagi yang membaca yang sekiranya bisa merubah persepsi saya terhadap bunyi pasal-pasal tadi. saya menulis seperti ini juga karena bunyi ”lPasal 28 Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Karena itu saya mempunyai npersepsi bahwa saya bebas untuk berpendapat tentang apa yang saya pikirkan.


Senin, 03 Maret 2008

Ketiadaan makanan membuatnya sekarat dalam kelaparan.

MATI LAGI = LAGI-LAGI MATI

Hari sabtu malam saya melihat berita di salah satu stasiun TV swasta yang menurut saya sangat-sangat mengejutkan, menyedihkan sekaligus ironi dengan keadaan Negara ini yang katanya negeri kaya raya. Seorang ibu hamil dan anaknya yang masih balita tewas karena kelaparan, dan anak yang lainnya-pun sekarat dirumah sakit juga karena kelaparan. Yang sangat mengherankan kok bisa tidak terpantau oleh para pejabat daerah bahwa masih ada masyarakatnya yang masih kelaparan.

Terlihat jelas disini jurang antara pemimpin dan masyarakat dimana anggaran dana yang diberikan untuk para pemimpin begitu besar sedangkan masyarakatnya sendiri masih banyak yang kelaparan. Sungguh hal yang menjijikan, para elit hanya disibukan dengan menjalin kerja sama dengan kaum bermodal saja sehingga mereka lupa apa yang seharusnya mereka lakukan untuk masyarakatnya. Apakah ini bagian dari kekejaman kapitalis sehingga membuat orang-orang yang berhaluan sosialis benci terhadap kapitalis.
Pemerintah berpesta dengan uang dari rakyat, dasar anjing mereka rapat dihotel berbintang, mereka makan direstoran yang mewah, mereka jalan dengan mobil yang indah sedangkan rakyat menderita. Ditempat lain pejabat hura-hura dan bergaya dengan baju dari kaum yang tersiksa merekapun terlena hingga rakyat pun tersiksa.
Perut mereka kekenyangan lalu bahas kelaparan yang ada hanya kebijakan-kebijakan yang jahanam tanpa membuat perubahan, dasar binatang jalang tingkah laku mereka gak jauh berbeda dengan anjing kurapan. Mereka sibuk timbun kekayaan kemudian mereka bahas kemiskinan yang ada lagi-lagi hanya kebijakan yang tidak membuat perubahan. Mau tak mau itulah negeri kita yang tak pernah berubah
Konsep PANCASILA dan BHINEKA TUNGGAL IKA serta pribahasa jawa yang berbunyi GEMAH RIPAH LOH JINAWI itu hanya didalam mimpi. Itu semua hanya symbol-symbol yang tak berarti.
Mereka hanya obral ribuan janji tanpa ada realisasi yang pasti, kata-kata mereka tak berbeda dengan harumnya bau terasi yang busuk tapi bisa membuat kita jadi nafsu makan. Janji-janji mereka bisa membuat kita mati suri, terlena dan dibuai keindahan, jadi sebagai orang yang tersakiti kita wajib untuk berhati-hati dan antipati terhadap semua janji-janji mereka.
Mereka menawarkan berjuta mimpi sama seperti cerita fiksi. Padahal kami tak perlu semua mimpi itu kami hanya mempupnyai keinginan untuk mandiri makan beras sendiri, bekerja di negri sendiri, hidup dengan jaminan ekonomi yang pasti, tak ada kata-kata harga melambung tinggi, tak ada pejabat yang korupsi, dan kami ingin mati tidak hari ini, kami ingin mati saat semuanya menjadi pasti walaupun bukan untuk kami tapi paling tidak berikanlah semua itu untuk anak cucu kami. Kita harus yakin bahwa semua ini pasti bisa kita lalui semua ini bisa berakhir ketika mereka yang menyakiti mati dan berganti.